Sejarah Kerajaan Tarumanegara dan Peninggalannya
Masterz Seo - Cerita tentang sumber sejarah dan peninggalan kerajaan Tarumanegara lengkap. Indonesia memang salah satu negara yang memiliki banyak cerita dan sejarah kebudayaan oleh karena itu kita sebagai anak bangsa harus terus menjaga kebudayaan tersebut agar kebudayaan yang kita miliki saat ini tidak direbut oleh bangsa lain. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi informasi kepada anda para pelajar dan seluruh masyarakat Indonesia mengenai sejarah kerajaan Taruma Negara beserta peninggalan-peninggalan sejarah kerajaan ini.
Dari berbagai sumber yang saya dapat Pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah Rajadirajaguru Jayasingawarman yaitu pada tahun 358 M, lalu digantikan oleh putranya, Dharmayawarman pada tahun (382-395 M). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Kerajaan Tarumanegara yang ketiga yaitu pada tahun (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 M yang terletak lebih dekat ke pantai. Kota itu diberi nama Sundapura pertama kalinya nama Sunda digunakan. Pada tahun 417 M ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana (Brahmana adalah salah satu golongan karya atau warna dalam agama Hindu. Mereka adalah golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran, pengetahuan, adat, adab hingga keagamaan)
Melalui peninggalan sejarah Prasasti Pasir Muara telah menyebutkan bahwa peristiwa pengembalian pemerintahan kepada raja Sunda itu dibuat tahun 536 M, pada tahun itu yang menjadi penguasa Kerajaan Tarumanegara adalah Suryawarman tahun (535 – 561 M) raja Kerajaan Tarumanegara ke-7. Dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Kerajaan Tarumanegara.
Melalui prasasti tersebut dapat disimpulkan bahwa raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan ibukota sundapura telah berganti status menjadi kerajaan daerah dan hal ini berarti, pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota perak), yang disebut argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I – VIII). Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanegara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah menantu raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan maharaja Samudragupta dari kerajaan Magada.
Bukti Peninggalan Sejarah Kerajaan Tarumanegara
1. Prasasti Tugu
Isi prasasti Tugu berbunyi :
"pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//"
Terjemahan:
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”
2. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti ini ditemukan pada abad ke 19 di kmpung Muara yang saat ini menjadi wilayah Ds. Ciaruteun llir, Cibungbulang Bogor.
Isi Prasasti Kebun Kopi berbunyi : ~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~ Airwavatabhasya vibhatidam= padadvayam
Terjemahan :
“Di sini nampak tergambar sepasang telapak kaki…yang seperti Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam….dan (?) kejayaan”. Karena tulisan dalam prasasti sudah agak kabur sehingga sulit diterjemahkan dan maknanya sulit diungkap, maka yang dapat dibaca dan diterjemahkan hanya beberapa kata/kalimat saja.
3. Prasasti Cidanghiyang/Lebak
Prasasti ini berisi dua baris puisi dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta ditemukan di desa dataran rendah di tepi Sungai Cidahiyang.
Prasasti ini mengisahkan mengenai kebesaran dan keberanian Raja Purnawarman. Kisah ini diawali oleh merajalelanya perompak laut yang beraktivitas di wilayah Kerajaan Tarumanegara. Perompak laut itu sudah kelewat meresahkan Kerajaan Tarumanegara dengan klimaksnya perompakan terhadap perahu pejabat Kerajaan Tarumanegara. Kabar ini begitu didengar oleh Raja Purnawarwan maka beliau sendiri yang berkehendak ingin mengatasinya.
Prasasti Lebak dikenal juga dengan nama Prasasti Munjul atau Prasasti Cidahiyang.
4. Prasasti Jambu
Prasasti ini pertama kali ditemukan di Desa Parakan muncang kec. Nanggung , Kab Bogor oleh Jonathan Rigg kemudian dilaporkan ke dinas Purbakala pada tahun 1947.
Isi Prasasti Jambu : “shirman data kertajnyo narapatir – asamo yah pura tarumayam nama shri purnawarman pracuraripucara fedyavikyatavarmrno tasyedam-padavimbadvayam arna garotsadane nitya-dakshambhaktanamyandripanan-bhavati sukhakakaramshalyabhutam ripunam.”
Terjemahannya :
“Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang pernah memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh–musuhnya. Kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh–musuhnya.”
5. Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini terletak di Ds. Ciaruteun, Kec. CibungBulang , Kab. Bogor.
Isi Prasasti Ciaruteun : "vikkrantasyavanipat eh srimatah purnnavarmmanah tarumanagarendrasya visnoriva padadvayam"
Terjemahan: “inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Visnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
6. Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang telapak kaki.
7. Prasasti Muara Cianten .
Prasasti Muara Cianten dipahatkan pada batu besar dan alami dengan ukuran 2.70 x 1.40 x 140 m3. Peninggalan sejarah ini disebut prasasti karena memang ada goresan tetapi merupakan pahatan gambar sulur-suluran (pilin) atau ikal yang keluar dari umbi.
Artikel Terkait :
Dari berbagai sumber yang saya dapat Pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah Rajadirajaguru Jayasingawarman yaitu pada tahun 358 M, lalu digantikan oleh putranya, Dharmayawarman pada tahun (382-395 M). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Kerajaan Tarumanegara yang ketiga yaitu pada tahun (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 M yang terletak lebih dekat ke pantai. Kota itu diberi nama Sundapura pertama kalinya nama Sunda digunakan. Pada tahun 417 M ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana (Brahmana adalah salah satu golongan karya atau warna dalam agama Hindu. Mereka adalah golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran, pengetahuan, adat, adab hingga keagamaan)
Melalui peninggalan sejarah Prasasti Pasir Muara telah menyebutkan bahwa peristiwa pengembalian pemerintahan kepada raja Sunda itu dibuat tahun 536 M, pada tahun itu yang menjadi penguasa Kerajaan Tarumanegara adalah Suryawarman tahun (535 – 561 M) raja Kerajaan Tarumanegara ke-7. Dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Kerajaan Tarumanegara.
Melalui prasasti tersebut dapat disimpulkan bahwa raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan ibukota sundapura telah berganti status menjadi kerajaan daerah dan hal ini berarti, pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota perak), yang disebut argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I – VIII). Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanegara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah menantu raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan maharaja Samudragupta dari kerajaan Magada.
Bukti Peninggalan Sejarah Kerajaan Tarumanegara
1. Prasasti Tugu
Isi prasasti Tugu berbunyi :
"pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//"
Terjemahan:
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”
2. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti ini ditemukan pada abad ke 19 di kmpung Muara yang saat ini menjadi wilayah Ds. Ciaruteun llir, Cibungbulang Bogor.
Isi Prasasti Kebun Kopi berbunyi : ~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~ Airwavatabhasya vibhatidam= padadvayam
Terjemahan :
“Di sini nampak tergambar sepasang telapak kaki…yang seperti Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam….dan (?) kejayaan”. Karena tulisan dalam prasasti sudah agak kabur sehingga sulit diterjemahkan dan maknanya sulit diungkap, maka yang dapat dibaca dan diterjemahkan hanya beberapa kata/kalimat saja.
3. Prasasti Cidanghiyang/Lebak
Prasasti ini berisi dua baris puisi dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta ditemukan di desa dataran rendah di tepi Sungai Cidahiyang.
Prasasti ini mengisahkan mengenai kebesaran dan keberanian Raja Purnawarman. Kisah ini diawali oleh merajalelanya perompak laut yang beraktivitas di wilayah Kerajaan Tarumanegara. Perompak laut itu sudah kelewat meresahkan Kerajaan Tarumanegara dengan klimaksnya perompakan terhadap perahu pejabat Kerajaan Tarumanegara. Kabar ini begitu didengar oleh Raja Purnawarwan maka beliau sendiri yang berkehendak ingin mengatasinya.
Prasasti Lebak dikenal juga dengan nama Prasasti Munjul atau Prasasti Cidahiyang.
4. Prasasti Jambu
Prasasti ini pertama kali ditemukan di Desa Parakan muncang kec. Nanggung , Kab Bogor oleh Jonathan Rigg kemudian dilaporkan ke dinas Purbakala pada tahun 1947.
Isi Prasasti Jambu : “shirman data kertajnyo narapatir – asamo yah pura tarumayam nama shri purnawarman pracuraripucara fedyavikyatavarmrno tasyedam-padavimbadvayam arna garotsadane nitya-dakshambhaktanamyandripanan-bhavati sukhakakaramshalyabhutam ripunam.”
Terjemahannya :
“Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang pernah memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh–musuhnya. Kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh–musuhnya.”
5. Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini terletak di Ds. Ciaruteun, Kec. CibungBulang , Kab. Bogor.
Isi Prasasti Ciaruteun : "vikkrantasyavanipat eh srimatah purnnavarmmanah tarumanagarendrasya visnoriva padadvayam"
Terjemahan: “inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Visnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
6. Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang telapak kaki.
7. Prasasti Muara Cianten .
Prasasti Muara Cianten dipahatkan pada batu besar dan alami dengan ukuran 2.70 x 1.40 x 140 m3. Peninggalan sejarah ini disebut prasasti karena memang ada goresan tetapi merupakan pahatan gambar sulur-suluran (pilin) atau ikal yang keluar dari umbi.
Artikel Terkait :
- Tempat Wisata Di Bogor Paling Populer
- Sejarah Perkembangan Komputer Lengkap
Komentar
Posting Komentar